Ternyata sedemikian besar fungsi Shalat itu ........
[Shalat adalah sarana terbesar dalam Pensucian jiwa, dan pada waktu yang sama merupakan bukti dan ukuran dalam Pensucian. Ia adalah sarana dan sekaligus tujuan. Ia mempertajam makna-makna ibadah, tauhid dan syukur. Ia adalah dzikir, gerakan berdiri, ruku, sujud dan duduk. Ia menegakkan ibadah dalam berbagai bentuk utama bagi kondisi fisik. Penegakannya dapat memusnahkan bibit-bibit kesombongan dan pembangkangan kepada Allah, disamping merupakan pengakuan terhadap rububiyah dan hak pengaturan. Penegakannya secara sempurna juga akan dapat memusnahkan bibit-bibit ujub dan ghurur bahkan semua bentuk kemungkaran dan kekejian. “Sesungguhnya shalat dapat mencegah kekejian dan kemungkaran.” (al Ankabut 29).
Shalat akan berfungsi sedemikian rupa apabila ditegakkan dengan semua rukun, sunnah dan adab zhahir dan batin yang harus direalisasikan oleh orang yang shalat. Diantara adab zhahir ialah menunaikannya secara sempurna dengan anggota badan, dan diantara adab batin ialah khusyu dalam melaksanakannya. Khusyu inilah yang menjadikan shalat memiliki peran yang lebih besar dalam that-hir(penyucian), peran yang lebih besar dalam tahaqquq dan takhalluq (merealisasikan nilai-nilai dan sifat-sifat mulia). Penyucian jiwa berkisar seputar hal ini.
Karena amalan-amalan Shalat yang bersifat lahiriyah masih tetap dilaksanakan dengan baik oleh kaum Muslim yang hidup di lingkungan Islam, maka di sini kami akan membatasinya dengan menyebutkan adab-adab batin yang disebut dengan ilmul khusyu.
Nabi Muhammad SAW bersabda :
“ilmu yang pertama kali diangkat dari muka bumi ialah kekhusyuan.”
(diriwayatkan oleh Thabrani dengan sanad hasan)
Karena khusyu merupakan tanda pertama orang-orang yang beruntung
”Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam shalatnya” (al-Mu’minun: 1-2)
Juga karena orang-orang yang khusyu merupakan orang-orang yang berhak mendapatkan kabar gembira dari Allah.
”Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka , orang-orang yang mendirikan shalat dan orang- orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang Kami rizkikan kepada mereka” (al-Hajj: 34-35)
Jika sedemikian penting kedudukan khusyu maka ketidakberadaannya berarti rusaknya hati dan keadaan. Baik dan rusaknya hati tergantung kepada ada dan tidaknya khusyu ini.
”Sesungguhnya di dalam jasad ada suatu gumpalan; bila gumpalan ini baik maka baik pula seluruh jasad dan apabila rusak maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa gumpalan itu adalah hati”. (Diriwayatkan oleh bukhari dan Muslim)
Sesungguhnya khusyu merupakan manifestasi tertinggi dari sehatnya hati. Jika ilmu khusyu telah sirna maka berarti hati telah rusak. Bila khusyu tidak ada berarti hati telah didominasi berbagai penyakit yang berbahaya dan keadaan yang buruk, seperti cinta dunia dan persaingan untuk mendapatkannya. Bila hati telah didominasi berbagai penyakit maka telah kehilangan kecenderungan kepada akhirat. Bila hati telah sampai pada keadaan ini maka tidak ada lagi kebaikan bagi kaum Muslimin Karena cinta dunia menimbulkan persaingan untuk mendapatkannya, sedangkan persaingan terhadap dunia tidak layak menjadi landasan tegaknya urusan dunia dan agama.
Hilangnya khusyu merupakan tanda hilangnya kehidupan dan dinamika hati sehingga membuatnya tidak bisa menerima nasihat dan didominasi oleh hawa nafsu. Bayangkanlah bagaimana keadaannya setelah itu ? Pada saat hawa nafsu mendominasi hati, dan nasihat atau peringatan tidak lagi bermanfaat baginya maka berbagai syahwat pun merajalela dan terjadilah perebutan kedudukan, kekuasaan, harta dan hawa nafsu syahwat. Bila hal-hal ini mendominasi kehidupan maka tidak akan terwujud kebaikan dunia dan agama.
Khusyu adalah ilmu sebagaimana ditegaskan hadits Nabi Saw. Ilmu ini tidak banyak yang mengetahuinya. Bila anda telah menemukan orang yang khusyu yang bisa mengantarkan Anda kepadanya maka berpegang teguhlah kepadanya karena sesungguhnya ia orang yang benar-benar berilmu: sebab itulah tanda ulama akhirat:
”Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila al-Qur’an dibacakan kepada mereka , mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata ” Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu.” (al-Isra : 107-109)
Sesungguhnya ilmu khusyu berkaitan dengan pensucian hati dari berbagai penyakit dan upaya merealisasikan kesehatannya. Masalah ini merupakan tema yang sangat luas sehingga para ulama akhirat memulainya dengan mengajarkan dzikir dan hikmah kepada orang yang berjalan menuju Allah sehingga hatinya hidup. Bila hatinya telah hidup berarti mereka telah membersihkannya dari berbagai sifat yang tercela dan menunjukannya kepada sifat-sifat yang terpuji. Di sinilah perlunya pembiasaan hati untuk khusyu melalui kehadiran (hudhur) bersama Allah dan merenungkan berbagai nilai kehidupan. Kesemuanya ini di kalangan para ulama akhirat memiliki cara yang disyari’atkan.
Khusyu dalam shalat merupaka ukuran kekhusyu’an hati. Kekhusyu’an Anda dalam shalat menjadi tanda kekhusyu’an hati Anda.
Al-Ghazali rahimahullah berkata :
”Marilah kita mengkaji kaitan shalat dengan kekhusu’an dan kehadiran hati, kemudian makna-makna bathiniyah berikut batas-batas, sebab-sebab dan terapinya. Selanjutnya marilah pula kita kaji rincian tentang hal yang harus ada dalam setiap shalat agar layak menjadi bekal akhirat.”]
(Sumber : Mensucikan Jiwa, Sa’id Hawwa)
Rabu, 08 Agustus 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar